Ini cerbung pertama yang gua COPAS punya orang, haha
Kan lagi model-model nya ngeCopas Novel orang tu,nah gua ngikut gitu. Hahaa
Ini gua Copas Novel nya Mbak Laurentia Dermawan,
Yuk capcus aja kita liat Cerbung nya.
8… 9… 10… Udah belom?!
Prolog
“Kring.. kring.. kring.. ada sepeda. Sepedaku roda dua..”
Sambil mengayung sepedanya. Alyssa yang baru berumur 5 tahun menyanyikan lagu favoritnya itu. Sepeda melaju asyik, lalu membelok ke kiri. Tapi kemudian… dari arah berlawanan… muncul sepeda yang dikemudikan Rio, tetangga Alyssa. Alyssa jadi gugup. Tabrakan tak dapat di hindari. Sepeda Alyssa jatuh menimpa sepeda Rio.
Rio meringis kesakitan. Lengannya tergores batu di pinggir jalan. Alyssa yang melihat darah keluar dari luka Rio hanya bias ikut-ikutan meringis, seakan ikut merasa sakit.
“aduh..” keluh Rio sambil melihat lengannya sendiri. Dan begitu melihat darahnya tak kunjung berhenti mengalir, sontak tangis Rio pecah.
Tiga anak lain tiba-tiba mengerumuni mereka dan menyorakin Alyssa dengan polos.
“hayo, ify”
“ify jahat, ify jahat”
“lio berdarah, gara-gara kamu sih”
“hayo, ify! Hayo, ify”
Alyssa panic. Dia mulai celingak-celinguk, mengharapkan seseorang dating untuk membelanya. Tapi teman-teman yang ada di sekeliling nya justru makin keras menyalahkannya atas kecelakaan barusan.
Tangis Rio makin keras. Alyssa makin panic. Dan tanpa menunggu lama, tangis Alyssa pun ikut-ikutan pecah. Dia menangis sekeras munggkin, berharap orangtua nya mendengar dan menyelamatkannya dari ledekan teman-temannya yang juga masih seumuran dengannya itu.
Alyssa menangis bukan sebagai ungkapan rasa bersalah, melainkan unggkapan rasa takutnya yang besar. Lagi pula, apa sih yang di harapkan dari seorang gadis kecil berumur 5 tahun yang tanpa sengaja menabrak sepeda temannya sendiri? Munggkin memang hanya tangis yang bias mengunggkapkan kata “maaf”.
Melihat Alyssa menangis, anak-anak yang lain langgsung berhenti menyoraki, takut disalahkan. Rio yang awalnya menangis karena kesakitan, tiba-tibamenghentikan tangisnya karena binggung melihat Alyssa. Dia yang sakit, kok Alyssa yang ikut-ikutan menangis?
“kamu kenapa” Tanya Rio polos
Alyssa menatap Rio sesaat. Setelah itu ia malah kembali menangis keras.
Rio makin binggung. Dirinya mulai panik. “kamu apa nya yang sakit?” Tanya rio sambil menyentuh bahu Alyssa.
Alyssa menggeleng sambil menunjuk luka di lengan Rio. Rio cepat-cepat mengelap darah di lengannya dengan bajunya. Entah kemana hilangnya rasa sakit karena luka itu. Saat itu yang ada di pikiran nya hanyalah bagaimana caranya mengghentikan tagis Alyssa.
“udah nggak sakit lagi kok.kamu jangan nangis lagi dong..” kata Rio sambil tersenyum, mencoba menghibur Alyssa. Setidaknya itulah yang selalu ia tonton di TV: anak cowok harus lebih kuat daripada anak cewek. Bukan kah begitu?
Anak-anak yang lain sampai terpukau dan serempak mendekati Rio. Mereka menunjuk luka gores di lengan Rio yang masih mengeluarkan darah segar.
“itu nggak sakit?” Tanya salah satu anak dengan wajah superpolos.
Rio menggeleng yakin. “nggak!”
“wah, hebat” seru anak-anak yang lain sambil bertepuk tangan.
Rio tersenyum bangga. Alyssa yang melihat Rio sudah sehat kembali reflex mengghentikan tangis. Perlahan dia ikut tersenyum, sepolos anak-anak yang lain.
******
Sore itu lagit masih secerah sore kemarin. Daun-daun yang bergoyang tertiup angin menambah sejuknya udara yang diisi canda tawa anak-anak kecil yang sedang bermain dengan riang nya. Di antara mereka, tampak Alyssa dan Rio bermain kejar-kejaran, persis di depan rumah Alyssa.
Tanpa sengaja Ayssa menabrak rio dari belakang. Refleks rio terjatuh ke atas aspal. Lututnya terluka dan mengeluarkan darah segar. Rio menangis dengan keras, lukanya terasa perih.
Melihat rio menangis, anak-anak yang lain kembali menyoraki Alyssa. Dan benar-benar nggak butuh waktu lama untuk mebuat Alyssa yang masih kecil dan jelas bermental lemah itu menangis.
“ify jahat, ify jahat” seru anak-anak lain dengan nada kompak.
Rio meniup-niup kututnya untuk menghilangkan rasa perih. “jangan nangis lagi dong, fy. Yang sakit kan aku” kata rio polos, yang ternyata berhasil membuat Alyssa terdiam.
Alyssa yang memang merasa bersalah, langsung membantu rio meniup-niup lututnya. “sakit, ya?”tanyanya penasaran.
Rio mengangguk yakin. “iya”
“rasanya gimana?” Tanya Alyssa polos.
Rio terdiam sesaat, berusaha merasakan luka yang ada di lututnya itu. “rasanya… kayak ada yang nusuk-nusuk”
“iihh! Jangan-jangan ada jarumnya!” seru Alyssa panik.
“nggak kok, nggak ada jarumnya. Nanti kalau udah sembuh, nusuk-nusuknya juga hilang” jawab Rio yang baru berumur 6 tahun ini. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri juga, sambil terus meniup lututnya yang lecet.
“oooh gitu. Ya udah, aku tiupin ya” seru Alyssa riang, seakan lupa akan tagisnya barusan. Lupa bahwa sebenarnya dialah yang membuat rio terluka.
*****
“aku nggak mau main sama ify” seru seorang anak.
Anak-anak yang lain langgsung mengangguk.
“iya nih. Kalo dekat-dekat kamu, nanti aku bias kamu tabrak juga”
Alyssa terdiam, sedih. Memangnya segitu berbahayanya kah dia sampai teman-temannya nggak mau bermain lagi dengannya?
“ify jahat sih, kemaren aja Lio berdarah”
Alyssa menunduk kepala. Mata mulai basah. Bibirnya bergetar menahan tangis. Dia memang bersalah, sudah dua kali membuat rio terluka. Tapi bukan berarti dia sengaja, kan? Bukan berarti dia berbahaya, kan? Dia hanya ingin main. Itu saja kok.
Nggak ada yang meladeni Alyssa. Anak-anak yang lain memulai permainan tanpa dirinya. Perlahan Alyssa membalikkan badan dan berjalan pulang. Tapi baru beberapa langgkah, rio sudah muncul di hadapannya dengan senyum polos.
“ify, main sama aku yuk?” kata rio sambil mengenggam tangan Alyssa.
Alyssa menatao rio dengan takjub. Dikuceknya matanya dengan punggung tangan. Saat ia membuka mata dan melihat senyum rio yang masih terpampang di hadapannya, ia pun kembali bersemangat.
“main apa?” Tanya Alyssa sambil tersenyum riang.
“hmm.. main apa ya..” rio menimbang-nimbang. “gimana kalo petak umpet?” cetusnya.
Alyssa langgsung tersenyum sumringan. “ayo! Tapi kamu yang jaga, ya?” ujar Alyssa polos.
Rio merengut kecil. “kok aku yang jaga?”
“kamu kan cowok” sahut Alyssa asal.
Rio termangut sesaat. Sebenarnya ia masih nggak ngerti mengapa coeok yang harus jaga. Tapi karena nggak mau buang-buang waktu lagi, akhirnya ia mengganguk setuju.
Perlahan ia berbalik memunggungi Alyssa. Sesuai peraturan, Alyssa menyentuh punggung rio dengan satu jarinya. Rio berbalik menghadap Alyssa.
“yang ini” ujarnya sambil menunjuk jari telunjuk Alyssa.
Alyssa menggeleng.
“yang ini..” kali ini rio menunjuk jari tengah Alyssa.
Alyssa kembali menggeleng.
“Hm..” rio menebak-nebak. “yang ini” serunya sambil menyentuh kelinggking Alyssa.
Alyssa tersenyum senang. Akhirnya permainan bias di mulai setelah rio berhasil memilih jari yang tepat. Rio menyandarkan lengan ke tembok pagar rumah Alyssa, lalu memejamkan mata.
“Lio” panggil Alyssa, membuat rio kembali menoleh padanya.
“apa?” Tanya Rio binggung.
“kamu nggak takut main sama aku?”
Rio mengerutkan kening.”takut apa?”
“takut aku bikin kamu berdarah lagi…” kata Alyssa tanpa berani menatap Rio.
Rio menggelengkan kepala dengan yakin. “nggak kok”
Alyssa tersenyum lega. “kamu bakal cari aku sampai ketemukan?” Tanya Alyssa sambil bersiap-siap lari dan bersembunyi.
“pasti aku temuin” seru Rio, nggak sabar untuk memulai permainan. “aku hitung ya! Satu.. dua..”
Alyssa langgsung berlari sejauh munggkin dan mencari tempat yang aman untuk bersembunyi. Dari jauh masih terdengar samar-samar suara rio yang sedangmenghitung. Alyssa makin bersemangat. Dia terus berlari ketaman yang terletak di ujung jalan. Dengan gesit dia bersembunyi di balik semak yang ditata rapi di taman itu. Hatinya berdebar kencang, antara takut ketahuan dan senang.
“delapan… Sembilan… sepuluh…! Udah belom?” seru Rio di akhir hitungannya.
Tanpa menunggu lebih lama, rio membuka mata dan celingak-celinguk mencari sosok Alyssa. Kondisi di jalan saat itu masih di penuhi anak-anak lain yang juga sedang bermain. Rio makin semangat mencari Alyssa. Di datanginya rumah tetangga yang pintu pagarnya terbuka. Di lemparkannya pandangan ke setiap celah.
Setengah jam telah berlalu. Jalanan pun mulai terlihat sepi. Anak-anak satu per satu pulang ke rumah masing-masing. Rio mulai gelisah. Pasalnya, sebentar lagi magrib. Menurut mitos, saat magrib anak-anak pantang berada di luar rumah. Katanya sih bakal di culik sama makhluk gaib. Tapi menurut para ahli, saat matahari terbenam merupakan peegantian udara dari siang ke malam. Jadi memang nggak bagus untuk tubuh.
Rio masih celingak-celinguk mencari sosok Alyssa. Ia tampak gelisah. “ify” serunya keras, berharap Alyssa keluar dan menyudahi permainan.
Saat ini yang di pikiranna bukan lagi menang kalah. Ia hanya ingin segera menemukan Alyssa karena hari mulai gelap. Dengan panic, rio berlari kea rah taman. Nalurinya berkata Alyssa bersembunyi di situ.
“ify” serunya lebih keras
Dari balik semak, Alyssa tertawa kecil. Dia bias melihat sosok rio yang sedang kebingungan mencarinya. Alyssa terus mengawasi dengan dada berdebar. Ia sudah siap-siap bila rio menemukannya.
Rio berjalan ke arahnya. Tinggal beberapa langgkah lagi, tapi….
“rio! Ayo pulang” seru seseorang dari tepi taman.
Rio menoleh cepat. “tapi Ify…”
“ayo pulang” seru bi Oky, wanita pengasuh rio itu dengan nada lebih tinggi. “nanti di marahi mama lho! Besok pagi kan kita mau pindah rumah..”
Rio kebingungan. Dia takut di marahi mamanya karena pulang kesorean. Tapi dia juga merasa harus mencari Alyssa.
“ayo” kata Bi Oky sambil menggandeng lengan Rio dan mrnggiringinya pulang.
Alyssa melihat sosok Rio yang kebingungan dan tak berdaya. Rio makin menjauh dari taman, sampai akhirnya menghilang di belokan jalan. Pikiran Alyssa yang polos membuatnya tetap menunggu. Yap, ia terus menunggu Rio untuk menemukannya.
Setengah jam pun berlalu. Hari semakin gelap. Pasukan nyamuk mulai menyarangtubuh Alyssa. Alyssa mulai cemas. Dia masih menunggu rio, karena dia yakin rio akan mencarinya. Lagi pula, selain rio, siapa lagi temannya yang harus ia percaya?
Waktu terus berjalan Alyssa makin panic. Orangtuanya pasti sedang mencarinya sekarang. Tapi ia takut beranjak dari tempat persembunyiannya ini. Apalagi taman mulai gelap, hanya di terangi cahaya dari beberapa lampu taman yang berbentuk bulat.
Tanpa sadar Alyssa menangis. Tapi tangisnnya kali ini nggak sekeras biasanya. Ia menangis perlahan, nyaris nggak mengelurkan suara. Satu hal yang ia raskan, hatinya terasa perih. Ada rasa takut yang luar biasa melandanya. Ingin rasanya ia menangis keras-keras,tapi suaranya tersekat. Matanya basah. Pundaknya naik-turun nggak beraturan.
Ia ingin pulang, tapi kakinya nggak mau bergerak. Ia berharap seseorang akan menemukannya. Ia ingin rio kembali dan membawanya pulang ke rumah. Tapi rasnya sia-sia saja. Munggkin memang nggak aka nada orang yag akan menemukannya.
“kamu nggak apa-apa?”
Tangis Alyssa terhenti. Perlahan ia mendongakkan kepala, melihat di pemilik suara tadi. Mata Alyssa membesar. Ia nggak mengenal anak lelaki di hadapannya ini. Anak lelaki ini berdiri menatapnya. Kalau di lihat dari umurnya, anak ini paling baru kelas 2 SD.
“rumah kamu di mana?” Tanya anak itu ramah.
Alyssa masih menatapnya bunggung. Perlahan rasa takutnya berkurang. Ia nggak menangkap niat jahat dalam diri anak lelaki di hadapannya ini. Yang ia tau, seseorang telah menemukannya, dan ia ingin pulang.
“di sana…,” kata Alyssa, sambil menunjuk ke arah jalan.
Anak cowok itu menoleh sekilas kea rah jalan dan kembali menatap Alyssa yang masih jongkok di antara semak-semak. Perlahan dia tersenyum ramah sambil mengulurkan tangan.
“ayo pulang, aku antar….”
Nah itu Prolognya…
Kira-kira siapa ya yang nemuin si Ify..?
Yang pasti bukan Rio :p
Part I nya segera menyusul
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.